![]() |
Sumber foto Pixabay |
PERSDIALEKTIKA - Tentu saja Musyawarah Mahasiswa (Musma) akan selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan di setiap kampus. Karena melalui kegiatan Musma ini, kita akan dihidangkan sebuah pertunjukan intelektual dari para jagoan-jagoan milik kampus tercinta ini.
Dalam pertunjukan tersebut, para jagoan ini akan mempersembahkan gagasan-gagasan nya tentang keadilan pastinya, atau gagasan tentang kesejahteraan, dan tentang cara untuk meraih kemajuan dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat kampus khususnya, atau umumnya kepada para masyarakat di luar kampus.
Pil-pil teori keilmuan sudah banyak yang mereka lahap tentu saja di kelas, di sebuah buku, atau ruang-ruang diskusi lainnya.
Oleh sebab itu mereka tidak akan takut kalah dalam kontestasi politik nanti, justru perjuangan untuk menembus agar menjadi orang nomor satu di kampus tersebut akan dijalankan dengan penuh semangat dan totalitas pastinya. Ketika keadaan kampus benar-benar secara faktual dan konseptual berjalan semacam ini, tidak salah dong kalau sebagai penulis saya berasumsi demokrasi kampus nya sudah mumpuni?
Kawan-kawanku sekalian, kira-kira perlu ngga sih kita itu hawatir dengan keberadaan kampus yang partisipasi mahasiswa nya terhadap demokrasi itu rendah? Kita juga perlu tidak mengetahui laju pertumbuhan demokrasi setiap tahunnya di kampus kita itu seperti apa? Berapa persentase mahasiswa yang memilih untuk Golput misalnya di tahun sebelumnya?
Kalau perlu, penyelenggara Musma harus melakukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dong dalam hal ini yaitu KPU-M nya. Tujuannya sih agar kita tau perkembangan setiap tahunnya itu seperti apa, dan menemukan langkah yang tepat sebagai bentuk upaya untuk mendorong agar proses demokrasi ke depannya lebih baik lagi.
Kalaupun ternyata DPT itu di Kampus STISIP Banten Raya ini sudah ada, jujur saja saya belum pernah mendengarnya. Prinsip transparansi dan publikasi sebagai lembaga penyelenggara Musma seharusnya dilakukan secara optimal dan berkala. Publikasi memang tak diwajibkan untuk dilakukan secara digital saja, secara manual pun jika memang kondisinya tidak cukup memungkinkan saya pikir sah-sah saja.
Sejujurnya saya bukan benci dan sok merasa paling suci dalam hal ini, namun lebih ke menyayangkan saja atas sikap dan komitmen yang dilakukan oleh pihak yang terkait dalam kegiatan Musma ini terkesan seperti menyepelekan.
Tak cuma penyelenggara, saya juga mengakui hampir seluruh mahasiswa di kampus ini masa bodo terhadap pesta demokrasi dalam hal ini yaitu Musma. Tak hanya Musma, sidang-sidang sakral untuk proses pergantian estafeta kepengurusan di UKM, HMJ IP/AP, dan Ormawa pun sepertinya tidak akan ada.
Sekaligus angin kencang untuk pemilihan Presiden Mahasiswa saya pikir juga malah ikut-ikutan tidak akan ada seperti nya. Ada tapi dengan cara aklamasi maksudnya. Atau bahkan langsung ditunjuk saja, karena kalau tidak salah dengar posisi Capres nya itu status quo. Kalau begini, hidangan pertunjukan intelektual di kampus STISIP Banten Raya ini kan akhirnya mustahil ada. Tak ubah nya demokrasi itu seperti pemilihan ketua ulin bebentengan pas ker letik di lembur akhirnya, hehehe.
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah kata-kata: Dan aku pun rindu semacam Partai Kaktus itu lagi.... Terimakasih. Semoga bermanfaat. (*)
0 Komentar