Oleh : Nandi Anendi
BARAYAPERS - Tiada hari lagi - lagi di lalui dengan kebodohan yang seolah - olah menjadi kepercayaan bagi seorang Mahasiswa di yakinkan dengan dalih memanipulasi keadaan menghadirkan regulasi meyakinkan baru yang secara tidak langsung mampu untuk mengarah tertutupnya kebebasan di dalam diri mahasiswa.
Sangat nikmat di rasakan ketika timbul perasaan yang dilematis pada suatu kejadian proses belajar. Karna perasaan dilematis sudah mampu membuka apa itu arti belajar pada akhirnya bisa mengartikan bahwa dilematis itu bukan permasalahan tapi tantangan yang harus di hadapi dan di selesaikan.
Waktu terus berlalu aktivitas belajar semakin menguatkan prinsip dalam menghadapi realitas, semakin banyak pilihan yang di tawarkan yang seharusnya menjadi penentuan dari diri peribadi pada akhirnya mengalami konflik kalau mereka di hadapkan dengan pilihan antara menjadi diri sendiri atau menjadi seorang peribadi yang terbelah, menolak atau menerima, mengikuti perintah yang sudah di garis bawahi kaum penindas atau mengambil keputusan sendiri, menjadi penonton atau pelaku drama kehidupan berbicara atau bungkam.
Sikap murah hati itu sebenarnya muncul dari tertib sosial yang tidak adil. Kemurahan hati semacam itu bukan merupakan pembebasan bagi manusia, karna situ manusia tertindas hanya mampu mengacungkan tangan laksana mengemis.
Pembebasan yang sejati terjadi kalau tangan tangan yang terangkat mengemis itu di ubah menjadi tangan tangan manusiawi yang mampu mengubah dunia, asalkan jangan sampai jadi kaum tertindas di bungkus dengan kemunafikan oleh pendidikan.
Beginilah kata Paulo Freire, Kaum tertindas yang mampu memahami makan penindasan yang mengerikan, karena merekalah yang penanggung dan mendalami beban penindasan. Merekalah yang bisa lebih memahami kehancuran pembebasan.
Perjuangan pembebasan itu akan merupakan suatu tindakan cinta kasih melawan kebencian dan kemurahan hati palsu yang mewarnai kehidupan kaum penindas. Usaha pembesaran oleh kaum tertindas tidak tanpa bahaya.
Pada tahap tahap awal, kaum tertindas melihat pembebasan sebagai penggantian peran orang yang tertindas menjadi orang yang menindas. Itu di sebabkan kaum tertindas menginternalisasikan dalam dirinya gambaran kaum penindas.
Agar kesadaran akan manusia baru itu dapat muncul, di perlukan pemahaman mengenal relasi antara penindas dan tertindas, oleh karna itu timbul kebutuhan pendidikan kaum tertindas. Ini berarti kebutuhan untuk menjelaskan kepada masyarakat tertindas mengenai situasi mereka.
Mereka harus memahami sifat dari kaum penindas yang selalu memaksakan pilihannya kepada kaum tertindas, sedangkan kaum tertindas sendiri meragukan kebebasannya berarti mereka harus membuang identitas palsu diri yang memiliki dan menggantikan dengan otonomi dan tanggung jawab.***
0 Komentar