Tugas Mahasiswa Sebagai Pendongkrak Kekacauan Realitas

         Sumber Ilustrasi (Pabelan-Online.com)

barayapers.blogspot.com - Tugas kita sebagai anak dari Bangsa yang tercinta ini adalah menjaga keutuhan Negara, dan memperbanyak hiasan-hiasan warna agar Indonesia punya Marwah baru dalam Dunia Intelektualnya. Sebagai seorang Pelajar, rasa-rasanya tidak pantas kalo emosi dan potensi kita belum terkendali secara maksimal. 

Banyak daftar harga diri hari ini lusuh, saya setujui saja. Selain itu bagian dari ekspresi yang tentunya kudu dihargai, itu juga bisa menjadi ladang dakwah untuk kita. Menampakkan ketidakbecusan saya rasa lebih baik, daripada munafik untuk memuaskan kebutuhan orang lain. Makanya sering sekali Soe Hok Gie tertawa melihat orang yang sok sibuk dengan perubahan, tapi harga diri yang padahal penting malah dilupakan (Lihat Buku 'Catatan Seorang Demonstran').

Saya jadi teringat cerita dewasa yang dulu pernah saya dapatkan di Pos Ronda saat masih kecil, ya, sekita kelas 6 SD-an lah. Begini ceritanya.

Tiga orang Mahasiswa datang ke Desa untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah nya. Semuanya berjumlah 5 Orang, dengan kalkulasi perempuan ada 3. Mereka menginap di Rumah Pak Lurah yang sudah tidak dipakai. Pak Lurah punya 3 Rumah soalnya.

Besoknya ke 5 Mahasiswa itu datang ke Sekolah Dasar yang ada di Desa tersebut. Adik-adik Sekolah terlihat bahagia, ceria dan penuh semangat. Siangnya ke 5 Mahasiswa datang ke Sekolah Madrasah Awaliyah (MDA). Sama, anak-anak Madrasah ikut senang dengan kehadiran Mahasiswa itu.

Singkat cerita, bereslah Pengabdian Mahasiswa tersebut. Anak Murid yang senang kesekolah, senang belajar, belajar tari dan Puisi, bercerita atau dongeng-dongengan terhenti aktivitas nya. Siswa yang Upacara nya makin rapih, Pramuka nya tidak fokus ke LKBB aja, jadi tidak beraturan lagi. Kenapa? Karena sudah tidak ada yang peduli lagi dengan mereka.

Guru-guru membosankan karena mengajarnya tidak sehebat para Mahasiswa.  Ramai lagi bolos-bolossan, murid sekolah tak bersendal apalagi bersepatu. Semua masa bodo. Dan perlu menunggu setahun lagi untuk merubah tampilan, ya, saat ada Mahasiswa yang datang lagi Mengabdi, dan cerita Tamat.

Begitulah keadaan lingkungan Pendidikan di Desa-desa hari ini. Konyol, kalau masih ada Benjamin Franklin, saya yakin dia tertawa. Pendidikan minimal jadi syarat untuk memperoleh kekebalan Nasib, tapi sayang, itu semua berakhir dengan sia-sia, hampa.

Saya menulis Opini konyol ini tidak bermaksud sok-sokan neror Para Guru, Mahasiswa atau para pelaku Pendidikan yang lainnya. Euuu..... Agar tidak lebih saya ngacaprak ngomong kamana-mana, dengan kerendahan hati saya akan ucapkan 'Selamat Hari Guru', kita jadi apa dan siapakan pada dasarnya karena mereka, hatur nuhun Guru-guru karena sudah rela ngasuh makanan-makanan ataupun minuman kehidupan kepada saya.


Posting Komentar

0 Komentar